Rabu, 16 Juli 2014

Cara Agar Merek Lokal Menasional

Merek-merek lokal Indonesia berpotensi besar menjadi merek nasional.  Untuk membangun sebuah merek dengan baik (lokal maupun nasional), kita harus kembali ke konsep dasar marketing 4Ps (Product, Price, Promotion, Place) dan STP (Segmentation, Targeting, Positioning).  Apakah konsep produk sudah benar? Bagaimana dengan harga dan konsep promosinya? Apakah distribusinya sudah merata dan maksimal?  Bagaimana pula dengan konsumennya yang harus kita petakan dengan STP?
Maya Watono
Untuk mengembangkan merek-merek lokal menjadi merek nasional, kita harus mengkaji apakah produk memang bagus dan berkualitas? Apakah produk mempunyai atribut unik yang belum ada di merek-merek nasional? Apakah ada demand di pasar nasional untuk produk semacam ini? Untuk menjawab berbagai pertanyaan itu, kita harus melakukan product concept test di beberapa kota di Indonesia, terutama kota-kota besar di Pulau Jawa sebagai kontributor penjualan nasional terbesar. Setelah produk dirasa mantap untuk menasional, konsep IMC dapat membantu merek-merek lokal menjadi nasional.
Banyak merek-merek nasional yang sekarang berkibar berawal dari merek lokal seperti Tolak Angin dari PT Sido Muncul yang merupakan salah satu client Dwi Sapta Group.  Pada awal 1980-an, Tolak Angin masih berada dalam stigma produk jamu tradisional yang dianggap kuno.  Saat itu, Bapak Irwan Hidayat, Presiden Direktur PT Sido Muncul, memahami apa yang dirasakan konsumen sehingga agar produk dapat lebih diterima di pasar, Tolak Angin melakukan inovasi produk dengan mengubah bentuk dari tablet bulat hitam menjadi serbuk, dan akhirnya menjadi bentuk cair sampai sekarang. Harga Tolak Angin dikaji ulang dan distribusinya diperbaiki.
Dari segi komunikasi, dilakukanlah re-positioning, sehingga Tolak Angin tidak lagi dipersepsikan sebagai jamu, melainkan sebagai produk herbal berkualitas. Proses pembuatannya higienis dan diakui dunia farmasi modern.  Socioeconomic Status (SES) target konsumen yang dibidik pun diubah naik agar produk bisa “naik kelas.” Daya beli segmen bawah yang kecil dinilai akan mempersempit ruang gerak dan potensi penjualan.  Strategi komunikasi pemasaran pun diarahkan lebih untuk target market menengah ke atas dengan menggunakan endorser papan atas.  Untuk meningkatkan brand image, komunikasi dilakukan untuk menunjukan keunggulan pabrik yang berkualitas serta mengusung konsep kecintaan dan kepedulian sosial terhadap Tanah Air.
Pada implementasi strategi IMC, Brand Soul dan Selling Idea dari produk harus kuat.  Brand soul merupakan unique value proposition yang menjawab kebutuhan konsumen dan tidak dimiliki oleh pesaing di pasar.  Brand Soul harus diterjemahkan menjadi Selling Idea yang menjadi “anchor” dari keseluruhan kampanye komunikasi yang akan dijalankan.  Misalnya untuk Tolak Angin, Selling Idea-nya adalah “Orang Pintar Minum Tolak Angin.”  Selling idea harus disampaikan kepada target audience dengan pesan pemasaran yang atraktif dan relevan.
Agar pesan pemasaran efektif menjangkau benak konsumen, kita harus memilih touch point yang sesuai untuk produk yang hendak dipromosikan dan target market kita. Seluruh aspek komunikasi pemasaran harus disatukan dalam satu pesan yang sama, yang terus dikomunikasikan secara konsisten sehingga tercipta efek penguatan dan melahirkan pemahaman mendalam.
Seringkali merek lokal terkendala marketing budget saat akan membuat program kampanye yang menasional.  Adakah tips kampanye yang hemat?
Bila dari segi budgeting “peluru” Anda tidak banyak, Anda harus membidik dengan sangat tepat.  Di sinilah pemahaman media dan pemilihan contact point menjadi sangat penting.  Pengetahuan kita mengenai titik-titik persentuhan merek dengan konsumen dan perilaku konsumen di berbagai contact point menjadi faktor utama keberhasilan komunikasi pemasaran.
Untuk mendapatkan peta dan profil contact point, kita dapat menggunakan data riset sekunder seperti Nielsen dan Roy Morgan, atau melakukan riset identifikasi contact point. Riset seperti consumer journey mapping dapat digunakan untuk mengenali berbagai titik persentuhan konsumen dengan merek yang kita kampanyekan dalam kehidupan mereka sehari-hari.  Tentu saja jenis dan jumlah titik persentuhan ini banyak sekali, tapi kita harus mengidentifikasi contact point yang tingkat kejadiannya (incidence rate) paling tinggi.
Misalnya, untuk Target Audience ibu rumah tangga, contact point yang tepat bisa media misal seperti TV, tabloid atau majalah wanita, bisa billboard di pinggir jalan atau point-of-purchase materials di pasar, bisa gerobak pedagang sayur di kompleks, bisa juga di perkumpulan ibu-ibu arisan, kelompok pengajian, dan posyandu. Untuk Target Audience ABG, tentu contact point-nya akan berbeda.
Pemilihan contact point yang tepat harus mengacu pada objektif komunikasi. Apabila objektifnya untuk mendapatkan awareness, kita harus menggunakan media yang massal seperti TV, radio dan koran—agar mendapatkan maximum reach.  Media massal sebaiknya dikombinasikan dengan media lain yang lebih hemat agar kampanye bisa cost-effective, misalnya dengan Twitter untuk menyebarkan word of mouth dan mendorong konsumen untuk membicarakan produk.
Strategi program kampanye pun harus disesuaikan dengan kekuatan distribusi produk.  Apabila distribusi belum merata, tidak perlu menggunakan mass media seperti TV atau media cetak nasional, karena akan menjadi tidak efektif dan cost per head menjadi sangat mahal.  Kita dapat menggunakan TV lokal, maupun media cetak atau radio lokal.  Cara lain bisa dengan mengadakan brand activation di area-area yang ingin kita perkuat selling out-nya.  Bisa dalam bentuk event-event seperti “grebeg daerah” atau sampling and selling.
Walaupun memakai berbagai contact point, komunikasi harus terintegrasi dengan Brand Soul dan Selling Idea yang sama.  Ini adalah benang merah yang mengikat pesan di berbagai marcom mix agar tetap konsisten dan efektif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar