Rabu, 23 Juli 2014

Internet dan Koran


Pelaku bisnis media cetak di Indonesia kelihatannya masih yakin dengan masa depannya, meski media Internet tumbuh luar biasa di negeri ini, dan sudah banyak bukti media cetak di Amerika Serikat bertumbangan karena Internet. Gencarnya pemberitaan di televisi dan kuatnya penetrasi internet di Indonesia tak akan mematikan koran atau media cetak lainnya. Di daerah, koran berkembang pesat, jauh lebih banyak dibandingkan dengan koran yang tutup—karena masalah internal. Peluang iklan di media cetak tetap tumbuh dan persentasenya cenderung meningkat. Itulah benang merah Seminar Media Industry Outlook 2010 yang digelar Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS), Rabu (20/1) di Jakarta, seperti ditulis di koran Kompas hari ini.
Saya dapat memahami apa yang disampaikan oleh para pelaku bisnis media cetak tersebut. Namun, sayangnya, tidak ada narasumber pelaku bisnis media online yang dilibatkan dalam media outlook 2010 tersebut. Sebagai pelaku bisnis online yang non media, saya akan memberikan pandangan berbeda.
Pertama, saya sepakat, bahwa Internet, juga televisi, tidak akan membunuh koran dan media cetak lain, namun dengan catatan.
Itu persis seperti kehadiran televisi yang ternyata tidak mematikan radio. Namun, tetap harus disadari, meski televisi tidak membunuh radio, kue iklan yang semula hanya dinikmati radio, kemudian dinikmati juga oleh televisi. Bahkan kini televisilah penikmat kue iklan terbesar, bukan radio. Televisi memang tidak mematikan radio, namun kue iklan yang seharusnya dapat dinikmati radio digerogoti oleh televisi.
Demikian halnya dengan media cetak. Sehebat apapun media cetak berkembang, kue iklannya tak mampu mengalahkan TV, karena kemampuan menjaring pemirsanya dan kemampuan menampilkan iklannya. Dari belanja iklan pada tahun 2009 sebesar Rp 36 triliun (Januari-September), media cetak “hanya” mendapat pangsa pasar sebesar Rp 13,85 triliun atau setara dengan 39 persen, sementara televisi 61 persen.
Dengan logika yang sama, kehadiran Internet, dengan berbagai media online yang hadir seperti portal Detik.com, forum Kaskus.us, media jejaring sosial Facebook, ikut menggerogoti kue iklan yang seharusnya dinikmati media-media sebelum lahirnya media online. Bahkan, ketika terjadi krisis ekonomi di seluruh dunia, perusahaan memangkas budget iklan radio, cetak dan televisi, untuk dialihkan ke Internet.
Internet tidak akan membunuh koran, itu betul. Namun kue iklan koran mulai digerogoti media online. Saat ini kue iklan yang dinikmati media online memang masih amat kecil dibanding yang diperoleh cetak (dan radio serta televisi). Namun benih ini akan terus membesar. Di Amerika Serikat, sejak  beberapa tahun lalu kue iklan Internet mengalahkan radio dan tv kabel. Data menunjukkan, ketika iklan Internet terus naik pesat, sebaliknya pertumbuhan iklan cetak menurun. Saya menduga, hal ini akan terjadi di Indonesia suatu saat.
Kedua, Internet mengubah perilaku masyarakan mengonsumsi media.
Survei SPS bekerja sama dengan LP3ES di 15 kota meyakinkan  para pelaku bisnis media cetak  bahwa peluang dan potensi media cetak tetap terbuka lebar. Itu terlihat dari waktu rata-rata membaca koran orang di Indonesia per hari berkisar 34 menit.
Namun, jika dibandingkan dengan data lain, para pelaku bisnis media cetak ini mestinya khawatir. Survei yang dilakukan Synovate dan Detik.com pada tahun 2008 menunjukkan, 44% pengguna Internet di kota-kota besar mengakses Internet setiap hari, dan 77% diantaranya yang akses setiap hari tersebut menghabiskan waktu  lebih dari dua jam. Coba bandingkan, membaca koran hanya 34 menit, sebaliknya Internetan selama dua jam. Perbedaan yang nyata.
Akibatnya, meski berlangganan media cetak, makin sedikit halaman yang dibaca. Apa yang ditulis koran hari ini sudah mereka ketahui kemarin saat menjelajah di Detik.comKompas.com,Okezone.comVivanews.com dan yang lainnya.
Bisa saja, mereka lama kelamaan semakin tidak membutuhkan koran karena sudah tahu isinya sehari sebelumnya. Meski tidak memegang data, saya menduga oplah koran pada umumnya tidak tumbuh baik (atau bahkan tidak tumbuh atau menurun).
Memang, koran tidak akan mati. Saya sepakat. Namun, dengan dua alasan di atas, saya berpendapat, meski tidak mati, ruang pertumbuhan bisnis media cetak semakin terbatas karena kehadiran Internet.
Dengan dua alasan di atas, saya menyarankan kepada pelaku bisnis cetak untuk membuka pikiran bagaimana mengadaptasi datangnya era Internet ini bagi masa depan, sedini mungkin sebelum terlambat.a

Tidak ada komentar:

Posting Komentar